Senin (26/10/15) lalu, Tiara ikut Kuliah Umum di Auditorium FPIPS UPI. Kuliah umum ini membahas tentang Kebijakan dan Isu-Isu Strategis Kebahasaan, disajikan oleh Prof. Dr. Mahsun, M.S. Beliau merupakan Kepada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Acara ini dilaksanakan untuk memperingati Bulan Bahasa.
Sebelum ke pembahasan, yuk kenali dulu lebih lanjut tentang beliau.
Prof. Dr. Mahsun, M.S., lahir di Jereweh-Sumbawa pada 25 September 1959.
Riwayat akademik:
Sarjana Sastra - Fakultas Sastra di Universitas Jember (1983)
Magister Sains di UGM dengan predikat cumlaude (1991)
Doktor dalam bidang Linguistik di UGM dengan predikat cumlaude (1994)
Beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap bidang Linguistik di Universitas Mataram pada 24 Januari 2009 dengan pidato pengukuhan yang berjudul: "Linguistik dan Studi tentang Kemanusiaan". Sejak 2006, beliau dipercaya menjadi koordinator (secara akademik) Program Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Indonesia. Pada tahun 2009, dengan ketekunan dan kerjasama bersama teman-temannya mampu mempersembahkan Peta Bahasa-Bahasa di Indonesia kepada Pemerintah (Presiden RI) pada Acara Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Gedung Sabuga, Bandung. Selain itu, bersama Prof. Dr. dr. Mulyanto, ahli Hepatika, Universitas Mataram, menjadi peneliti Ahli pada Program Penelitian "Bahasa Genom" yang dilaksanakan di Pusat bahasa selama satu tahun (2008-2009). Penelitian tersebut menggagas sebuah disiplin ilmu baru, yang merupakan Ilmu Antarbidang Genetika dan Linguistik, yang disebutnya dengan Genolinguistik. Disiplin ilmu dibukukan dan diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta (2010).
Selengkapnya dapat dilihat disini.
Kebijakan dan Isu-isu Strategis Kebahasaan
Bahasa adalah salah satu aspek pengikat dalam sebuah bangsa. Di
Indonesia, hal ini terbuktikan dengan adanya Sumpah Pemuda dalam salah satu
butirnya yang telah diikrarkan pada 28 Oktober 1928 dan dalam UUD 1945.
Terdapat hubungan antara kebangsaan dan kebahasaan, berdampak
munculnya isu-isu yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara
mempengaruhi paradigma penetapan kebijakan penanganan masalah keragaman bahasa
di Indonesia.
Ada dua tipe paradigma pembangunan bidang kebahasaan menurut Prof.
Mahsun yang di elaborasi dari kebijakan yang dijalankan oleh institusi negara
yang diberi otoritas untuk menangani masalah keanekaragaman bahasa di Indonesia,
dalam hal ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, diantaranya:
- tipe yang berorientasi pada penekanan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dengan sasaran pembinaan pada pemakaian bahasa masyarakat;
- tipe yang berorientasi tidak hanya penekanan pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi tetapi juga bahasa sebagai identitas atau jati diri bangsa dengan sasaran pembinaan pada pemakaian bahasa masyarakat dan dunia pendidikan.
Identitas
komunitas-komunitas dapat membentuk nasionalitas keindonesiaan (baca:
kebangsaan). Dari sudut pandang itu, dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan
negara majemuk, karena selain memiliki bahasa nasional dan bahasa negara
(Bahasa Indonesia), juga terdapat ratusan bahasa lokal. Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) yang diketuai Prof. Mahsun, telah melakukan
pemetaaan bahasa-bahasa di Indonesia, dan mengidentifikasi sebanyak 546 bahasa
local (pada Kongres Bahasa Nasional Kesembilan, 2008 yang lalu dilaporkan 442
bahasa local di Indonesia).
Apabila bahasa Indonesia dijadikan sebagai salah satu
indikator utama dalam membentuk nasionalitas (negara bangsa) Indonesia, maka
dapat dikatakan bahwa di seluruh wilayah Indonesia, belum sepenuhnya menampilkan
wajah keindonesiaan.
Realitanya kita dapat menemukan maraknya penggunaan bahasa asing
pada spanduk, iklan, nama badan/lembaga, dll.
yang dipajang di ruang publik secara gamblang dan kasat mata. Kondisi tersebut
mempengaruhi kebijakan penanganan masalah kebahasaan di Indonesia. Salah
satunya dengan memfokuskan upaya-upaya untuk memperkuat penggunaan bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi yang kegiatannya berupa penguatan daya
ungkap serta penetapan kedudukan dan fungsi ketiga jenis bahasa tersebut.
Apakah sudah cukup
penanganan masalah kebahasaan di Indonesia dengan berlandaskan pada paradigma
tersebut dapat menjamin keberadaan bahasa Indonesia dan bahasa lokal
sebagai penyokong pilar NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika?
Ada tiga elemen yang dapat dipilih untuk menjadi landasan pembentukan
nasionalitas negara bangsa, yaitu ras/suku, agama, dan bahasa (Anwar, 2008).
Terdapat 546 etnis di Indonesia (dalam hal ini ras), dan jika hal
tersebut ditentukan sebagai penentu bentuk nasionalitas bangsa Indonesia, akan
begitu sulit untuk mewujudkannya. Khususnya dalam memilih etnis mana yang
sesuai untuk representasi keindonesiaan negara bangsa Indonesia.
Disisi lain, elemen agama hampir pernah dipilih namun gagal.
Adanya pertentangan yang muncul karena Piagam Jakarta membuktikan betapa agama
justru memudarkan semangat membangun keindonesiaan.
Elemen bahasa dalam membangun nasionalitas keindonesiaan telah
dipilih dan dapat dikatakan merupakan pilihan yang tepat. Kenapa? Indonesia adalah
salah satu bagian dari Nusantara. Salah satu
bahasa
yang digunakan adalah Bahasa Melayu. Menurut Prof
Mahsun, Bahasa Melayu memiliki jumlah penutur yang relatif kecil dibandingkan
dengan penutur bahasa Jawa. Disisi lain,
bahasa Melayu tidak mengenal gradasi tingkat tutur yang mencerminkan gradasi
struktur sosial yang ketat dan menyebar
hampir di seluruh wilayah Nusantara. Bahasa melayu menjadi lingua franca bagi
sebagian besar wilayah tutur bahasa local di Nusantara. Oleh karena hal tersebut, bahasa Indonesia diserap dari keberadaan
bahasa Melayu menjadi pilihan sebuah bahasa nasional dan bahasa resmi negara,
dilengkapi dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang representasi
keanekaragaman bahasa loal.
Urgensi bahasa sebagai pondasi kebangsaan sekaligus menjadi
dentitas atau jati diri bangsa dan suku bangsa Indonesia merupakan isu utama
saat pembangunan identitas keindonesiaan.
Menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia
Butir ketiga sumpah pemuda mengandung makna bahwa dengan adanya
bahasa nasional yang mempersatukan berbagai ragam etnis dengan keanekaragaman
bahasa lokal sangat perlu dan dalam kondisi yang bersamaan keberadaan
bahasa-bahasa local yang hidup dan berkembang dalam masyarakat penuturnya juga
diakui keberadaannya.
Isu-isu terkait kebahasaan di
Indonesia:
- bahasa nasional dan bahasa resmi untuk mengungkapkan gagasan-gagasan Indonesia baru, maju, dan modern;
- masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat berbahasa Indonesia;
- banyak bahasa lokal yang mulai ditinggalkan penuturnya; serta peran bahasa asing yang cukup dominan dalam pemakaian bahasa-bahasa di Indonesia telah memunculkan paradigma pembangunan bidang kebahasaan yang berorientasi pada:
- fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi, dan
- sasaran pembinaan bahasa pada pemakaian bahasa masyarakat.
Kebijakan sebagai implikasi dari paradigma
yang berorientasi pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi,
kebijakan
untuk memokuskan perhatian pada penguatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa resmi negara termasuk sebagai bahasa ilmu
pengetahuan, seperti :
- pengembangan leksikon (penambahan jumlah perbendaharaan kata melalui pengembangan perkamusan);
- pembakuan sistem gramatika (tata bahasa), pembakuan istilah terutama yang terkait dengan bidang ilmu pengetahuan (glosarium bidang ilmu), pengembangan tesaurus, dan standardisasi sistem tata tulis (ejaan).
Kebijakan sebagai implikasi
dari paradigma yang berorientasi pada pembinaan bahasa yang mengambil objek
sasaran masyarakat, bukan dunia pendidikan, yaitu:
- munculnya kegiatan yang berupa penyuluhan bahasa yang mengambil sasaran masyarakat, seperti siaran pembinaan bahasa melalui media elektronik (radio, TV) maupun media cetak;
- penertiban penggunaan bahasa di ruang publik, peningkatan kualitas bahasa insan media masa dll.
Terkait
dengan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daera, kebijakan yang dilakukan melalui kajian berbagai
aspek kebahasaan dan kesastraan, seperti:
- kajian pengidentifikasian jumlah bahasa di Indonesia;
- kajian identifikasi jenis sastra, dan
- deskripsi aspek tertentu dari bahasa-bahasa lokal.
Berdasarkan wujud kebijakan penanganan masalah kebahasaan
(termasuk masalah kesastraan) sejak mulai munculnya institusi negara yang menangani
masalah kebahasaan tahun 1947, pembangunan bidang kebahasaan dapat dipilah
dalam tiga fase, yaitu:
- Fase pengenalan identitas kelembagaan (1947--1971)
- Fase penguatan kelembagaan, tugas, dan fungsi (1972 -- April 2012), dan
- Fase pemantapan tugas dan fungsi (Mei 2012 -- seterusnya).
Untuk
bahasa lokal, telah dilakukan kajian yang bertujuan menyediakan pangkalan data
dalam bentuk pemetaan bahasa-bahasa di Indonesia. Hingga 2012 telah diidentifikasi sejumlah 546
bahasa. Jumlah ini dipastikan bertambah karena penelitian ini masih
berlangsung. Selain itu, sampai tahun 2000 kajian bahasa dan sastra lokal
mencapai masing-masing 874 judul dan 341 judul, serta 145 judul untuk
penelitian bahasa Melayu. Penelitian terhadap bahasa dan sastra daerah tersebut
lebih bersifat deskriptif yang terkait dengan kajian sistem bahasa dan
sastranya.
Catatan-catatan lainnya:
Indonesia mempunyai nilai strategis. Indonesia dibangun dengan pondasi Bahasa.
Internasionalisasi bahasa Melayu: pengambilan identitas.
Better english tidak sama dengan better income.
Konsep bahasa yang jelas akan menghindarkan kita dari rorombeheun (terpecah belah) hahaha.
Krisis identitas = mudah dipengaruhi.
Diplomasi bahasa.
Bahasa itu menyerap.
Kebijakan: aturan dan sejarah pemerintah mengenai penggunaan bahasa kesatuan, Bahasa Indonesia.
Kuliahnya Bapak ini teh menggebu-gebu. Kelihatan banget beliau punya passion dan tekad yang kuat dalam menjalankan amanahnya. Slideshow yang ada sebenarnya sampai 150-an lebih, tapi dalam waktu dua jam, beliau bisa menyampaikan garis besar materinya secara efektif. Inspiring pisan euy!
Terima kasih, Bapak. Dari Bapak Tiara semakin bangga menjadi warga Indonesia. :)
No comments :
Post a Comment
Have an opinion?